PERLINDUNGAN KONSUMEN


Kelompok 11
Nama kelompok :
          1.      Rudi Hady S. (25217413)
          2.      Trihesa Priandarini (26217007)
Kelas : 2EB05
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong. 2008. Hukum Dalam Ekonomi. Edisi 2. Jakarta : PT Grasindo)

A.    Pengertian
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Di dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Oleh karena itu, pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir.
Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau meakukan kegiatan dalam wlayah hukun Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
 Dengan demikian, pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini dalah perusahaan korporasi, koperasi, importer, pedagang, distributor, dan lain-lain.

B.     Asas dan Tujuan
1.      Asas Manfaat
Asas manfaat adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2.      Asas Keadilan
Asas keadilan adalah meberikan kesempatan kepada konsumen dan peaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3.      Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
4.      Asas Keamanan dan keselamatan konsumen
Asas keamanan dan keselamatan konsumen adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam pengguna, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/ atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.      Asas Kepastian hukum
Asas kepastian hukum, yakni baik pelaku maupun konsumen menaati hokum dan memperoleh keadilan dalam meyelenggara perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.

Sementara itu, tujuan perlindungan konsumen meliputi:
1.     Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2.    Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menginhdari dari ekses negative pemakaian barang dan/ atau jasa;
3.   Menigkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menentukan hak-haknya sebagai konsumen;
4.  Menetapkan sistem perlindungan yang megandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan Informasi serta akses untuk mendapat informasi;
5.  Menumbuhan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6.   Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin ke langsungan usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keelamatan konsumen.

C.    Hak dan Kewajiban Konsumen
Berdasarkan Pasal 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban konsumen antara lain sebagai berikut.
1.      Hak Konsumen
a.   Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa.
b.  Hak untuk memilih barang dan/atau jasa sert mendapatkan barang dan/ atau, jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan barang dan/atau jasa.
c.   Hak atas Informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa.
d. Hak untuk didenger pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan.
e.  Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f.      Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g.   Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminasi bedasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status social lainnya.
h.   Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya,
i.      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2.      Kewajiban Konsumen
a.   Membaca, mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pemakaian, atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
b.      Beritian baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa.
c.       Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d.    Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketan  perlindungan konsumen secara patut.

D.    Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 hak dan kewajiban pelaku usaha adalah sebagai berikut.
1.         Hak Pelaku Usaha
a.    Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dam/ atau jasa yang diperdagangkan.
b.   Hak untuk mendapat pelindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c.  Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d.  Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kergian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan.
e.       Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2.         Kewajiban Pelaku Usaha
a.     Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b.  Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemelihataan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; pelaku usaha dilarang membedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
d.    Menjamin mutu barang dan/ atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/ atau jasa yang berlaku.
e.      Memberi kesempatan kepada kosumen untuk menguji dan/ atau mencoba barang dan/ atau jasa tertentu serta member jaminan dan/ atau garansi atas barang yang dibuat dan/ atau yang diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan.
g.   Memberi kompensasi ganti rugi dan/ atau penggantian apabila barang dan/ atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tdak sesuai dengan perjanjian.

E.     Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha
Dalam pasal 8 sampai dengan pasal 17 UU No. 8 Tahun 1999 mengatur perbuatan hokum yang dilarang bagi pelaku usaha adalah larangan dalam memproduksi / memperdagangkan, larangan dalam menawarkan / mempromosikan / mengiklankan, larangan – larangan dalam penjualan secara obral / lelang, dan larangan dalam ketentuan periklanan.
1.      Larangan dalam Memproduksi / Memperdagangkan, misalnya
a.   Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang – undangan;
b.  Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c.   Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d.  Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan atau jasa tersebut;
e.    Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan atau jasa tersebut;
f.    Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan atau jasa tersebut;
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan / pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h.  Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
i.   Tidak memasang label atau membuat penjelasan tentang info serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat;
j.      Tidak mencantumkan informasi dan petunjuk penggunaan barang menurut perundang - undangan yang berlaku.
Dengan demikian, pelaku usaha dialarang memperdagangkan persediaan farmasi dan pangan yang rusak atau cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
2.  Larangan dalam menawarkan / mempromosikan / mengiklankan pelaku usaha dilarang menawrkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan jasa secara tidak benar dan seolah – olah
a. Barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, standar mutu, karakteristik, sejarah, atau guna tertentu;
b.      Barang tersebut dalam keadaan baik dan baru;
c.       Barang dan jasa telah memiliki sponsor, persetujuaan, ciri-ciri atau aksesori tertentu;
d.      Barang dan jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai afiliasi;
e.       Barang dan jasa tersebut tersedia;
f.        Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g.      Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h.      Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i.        Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan jasa lain;
j.   Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya, efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k.      Menawarkan sesuatu yang mengandung janji belom pasti.

Dengan demikian, pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan, misalnya
a.      Harga atau tarif suatu barang dan jasa;
b.      Kegunaan suatu barang dan jasa;
c.       Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan jasa;
d.      Potongan harga atau hadiah menarik;
e.       Bahaya penggunaan barang dan jasa.
Pelaku usaha dilarang melakukan pemaksaan yang menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.

Sementara itu pelaku usaha yang menawarkan melalui pesanan dilarang, misalnya
a.       Tidak menepati waktu pesanan sesuai dengan waktu yang dijanjikan;
b.      Tidak menepati janji atau suatu pelayanan atau prestasi.
3.      Larangan dalam Penjualan Secara Obral/Lelang
Pelaku usaha dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen, antara lain
a.  Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;
b.  Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
c.  Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang lain;
d.      Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan jumlah cukup dengan maksudn menjual barang yang lain;
e.    Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;
f.        Menaikan harga atau tarif barang dan jasa sebelum melakukan obral.
4.      Larangan dalam Periklanan
Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan, misalnya
a.  Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, harga, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa;
b.      Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang atau jasa;
c.       Memuat informasi yang keliru, salah mengenai barang atau jasa;
d.      Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang atau jasa;
e. Mengeksploitasi kejadiaan dan seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuaan yang bersangkutan;
f.        Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

F.     Klausula Baku dalam Perjanjian
Di dalam Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian, antara lain
1.      Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
2.      Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
3.  Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan jasa yang dibeli konsumen;
4.      Menyatakan pemberian kausa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran;
5.     Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;
6.      Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
7.   Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8.    Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran.
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti sebagai konsekuensinya setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatas telah dinyatakan batal demi hokum. Oleh karena itu, pelaku usaha diwajibkan untuk menyesuaikan klausula baku yang dibuatnya yang bertentangan dengan undang-undang.

G.    Tanggung Jawab Pelaku usaha
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung gugat produk timbul dikarenakan kerugian yang diaami konsumen sebagai akibat dari “produk yang cacat”, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan/ jaminan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Di dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 diatur Pasal 19 sampai dengan Pasal 28. Dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dalam memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Bentuk  kerugian konsumen dengan ganti rugi berupa pengembalian uang, penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara itu, Pasal 20 dan Pasal mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan Pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 19.
Dengan demikian, peradilan pidana kasus konsumen menganut system beban pembuktian terbalik. Jika pelaku usaha menolak dan/ atau tidak memebri tanggapan dan/ atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen maka menurut Pasal 23 dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke bada peradilan di tempat kedudukan.
Di dalam Pasal 27 disebutkan hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila
1.      Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan;
2.      Cacat timbul akbat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
3.      Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kuualifikasi barang;
4.      Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
5.      Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.

H.    Sanksi
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999, yang tertulis dalam 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administrasi, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbunya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha.

REFERENSI
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong. 2008. Hukum Dalam Ekonomi. Edisi 2. Jakarta : PT Grasindo


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ruang Lingkup Bisnis Dan Contoh Bisnis Ideal

Membangun dan Menumbuhkan Minat Kaum Muda dalam Koperasi Indonesia

BISNIS IMPIAN : AYAM BAKAR MAS MONO